atas
loading...
Patriot NKRI - Mereka mengenakan seragam serba hitam dengan tanda kesatuan berwarna putih atau hijau di lengan kanan, dipimpin oleh Mbah Suro.
Gerakan 30 September atau G30S berhasil dibungkam. Meski begitu, operasi penumpasan sayap-sayap bekas Partai Komunis Indonesia (PKI) masih terus berlangsung. Salah satunya diyakini berada di Desa Ninggil yang terletak antara Ngawi dan Cepu. (Gambar ilustrasi: RPKAD)
Gerakan 30 September atau G30S berhasil dibungkam. Meski begitu, operasi penumpasan sayap-sayap bekas Partai Komunis Indonesia (PKI) masih terus berlangsung. Salah satunya diyakini berada di Desa Ninggil yang terletak antara Ngawi dan Cepu. (Gambar ilustrasi: RPKAD)
Di desa ini terdapat sebuah pedepokan Mbah Suro. Oleh warga sekitar, Mbah Suro dikenal sebagai dukun yang kerap mengobati orang sakit, lama kelamaan Mbah Suro dikatakan kebal senjata tajam dan peluru.
Semula, Mbah Suro yang bernama asli Mulyono Surodihadjo merupakan seorang lurah di desa tersebut. Namun, karena membuka praktik dukun, dia langsung dipecat. Dia juga diketahui memiliki nama Pendito Gunung Kedheng. Dia kerap melakukan kegiatan klenik dan menganut ajaran Djawa Dipa.
Baca Juga: Inilah 5 Fakta Sosok MENGERIKAN Di Belakang RAJA ARAB...! Lebih Hebat Mana Dibanding PASUKAN KHUSUS Indonesia?
Lama kelamaan, TNI meyakini pendopo ini telah disusupi PKI. Berbagai upaya dilakukan agar warga tak melakukan tindakan yang bisa menyebabkan tindakan represif, namun hal itu tak ditanggapi.
Malah, kelompok ini membentuk pertahanan diri dengan kekuatan 200 orang laki-laki yang disebut Banteng Wulung dan 30 perempuan yang dinamakan Banteng Sarinah. Mereka mengenakan seragam serba hitam dengan tanda kesatuan berwarna putih atau hijau di lengan kanan.
Karena berbagai upaya persuasif dianggap tidak berhasil, alhasil Pangdam VII/Diponegoro memerintahkan pasukan TNI menyerbu pedepokan tersebut. Operasi ini dipimpin Mayor Sumardi dengan berkekuatan Yon 408, Yon 409, Yon 410, serta satu kompi RPKAD (sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Letnan Feisal Tanjung.
Penyerbuan segera dilaksanakan, kedua pihak terlibat baku tembak dan perkelahian jarak dekat. 3 Anggota RPKAD gugur dalam penyerbuan itu, sedang kelompok Mbah Suro lebih dari 70 orang tewas. Kondisi ini membuat Mbah Suro memilih menyerahkan diri.
Jimat dicopot
Oleh pasukan RPKAD, Mbah Suro dipertemukan dengan Letnan Feisal. Sebelum saling berhadapan, pasukan sempat mencopot semua jimat dan menelanjanginya. Saat pertemuan berlangsung, Mbah Suro hanya mengenakan sarung.
Baca Juga: MANTAP JIWA...! Komandan Kopassus Pilih Bawa - INI - Daripada 100 PELURU Saat Perang
"Betulkah kamu kebal?" tanya Feisal seperti dikutip dari buku 'Gerakan 30 September: Pelaku, pahlawan & petualang' karya Julius Pour, terbitan Gramedia.
"Ah tidak pak, itu hanya kata orang," jawab Mbah Suro.
"Katanya tahun 1968 kamu bakal menang?" ujar Feisal kembali bertanya.
"Tidak betul pak, itu juga kata orang," sahutnya.
Mendengar bantahan, Feisal kembali memberikan pertanyaan dengan nada tegas, "kamu sendiri kan juga mengatakan?"
Belum selesai mengajukan pertanyaan, Mbah Suro buru-buru menjawab, "Mboten kok pak, kulo tiyang sae (Tidak pak, saya ini orang baik-baik)."
Setelah tanya jawab beres, pasukan mulai berbenah meninggalkan pedepokan. Di tengah persiapan, ternyata Mbah Suro dan istrinya mencoba melarikan diri. Kondisi ini membuat senjata TNI terpaksa menembak. Keduanya tewas ditempat.
Baca Juga:
Sumber: merdeka.com
loading...